HUKUM KAS UANG SHADAQAH YANG DIGILIR KETIKA KHUTBAH JUMAT.
(Oleh: Ardiansyah)
A.
Latar Belakang Masalah
Hari
jumat adalah hari yang penuh keberkahan, mempunyai kedudukan yang agung dan
merupakan hari yang paling utama. Rasulullah saw bersabda:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ فِيهِ
الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُهْبِطَ وَفِيهِ تِيبَ
عَلَيْهِ وَفِيهِ مَاتَ وَفِيهِ تَقُومُ السَّاعَةُ … وَفِيهِ سَاعَةٌ لاَ يُصَادِفُهَا عَبْدٌ
مُسْلِمٌ وَهُوَ يُصَلِّى يَسْأَلُ اللَّهَ حَاجَةً إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهَا »[1]
Artinya: Dari Abū Hurairah ia berkata, Rasulullah saw bersabda: Sebaik-baik
hari adalah hari jumat, pada hari itulah diciptakan Nabi Adam, dan pada hari
itu dia diturunkan ke bumi, pada hari itu pula diterima taubatnya, pada hari
itu pula beliau diwafatkan, dan pada hari itu pula terjadi Kiamat ... Pada hari
itu ada saat yang kalau seorang muslim menemuinya kemudian shalat dan memohon
segala keperluannya kepada Allah, niscaya akan dikabulkan. (HR Abū Daud)
Pada hari yang mulia ini Allah swt mewajibkan salah satu ibadah
yaitu salat jum’at secara berjamaah sebagai bentuk zikir dan do’a umat Islam dan juga sebagai
sarana dakwah melalui khutbah yang disampaikan.
Rasulullah saw bersabda:
عَنْ
أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ذَكَرَ يَوْمَ
الْجُمُعَةِ فَقَالَ « فِيهِ سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ
يُصَلِّى يَسْأَلُ اللَّهَ شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ [2]
Artinya: Dari Abū Hurairah bahwa sesungguhnya Rasulullah saw
menyebutkan hari jumat kemudian berkata: Sesungguhnya pada hari jumat ada saat
yang apabila seorang hamba muslim mendapatinya sedang dia dalam keadaan salat
dan memohon kebaikan kepada Allah niscaya Allah akan mengabulkannya. (HR
Muslim).
Sebagaimana kita ketahui bersama dalam pelaksanaan salat jumat itu
dibagi menjadi dua sesi yaitu khutbah jumat dan salat jumat. Suatu kebiasaan
yang sering kita lihat di mesjid-mesjid ketika pelaksanaan salat jumat adalah
adanya kas uang shadaqah yang suka digilir dari ujung mesjid keujung
yang lain, dari shaf depan sampai ke shaf belakang dengan maksud memfasilitasi
jamaah yang ingin bershadaqah. Mungkin hal ini terlihat sebagai sesuatu
yang “sepele” dan biasa saja di kalangan masyarakat umum, akan tetapi jika kita melihat hadis-hadis Nabi yang
berbicara mengenai adab dalam salat jumat maka akan timbul pertanyaan apakah
menggilir kas uang ketika khutbah jumat itu termasuk sesuatu yang
dilarang di dalam hadis-hadis tersebut?. Maka tulisan ini akan membahas salah
satu persoalan yang sepertinya sudah menjadi hal biasa di kalangan masyarakat
padahal hal tersebut memiliki bentuk permasalahan hukum yang cukup substansial
di dalamnya, yaitu mengenai kas uang shadaqah yang digilir di mesjid ketika
khutbah jumat berlangsung.
B.
Pembahasan Mengenai Kas Uang yang Digilir ketika Khutbah
Jumat.
Dalam
menganalisis permasalahan di atas, setidaknya ada dua hadis yang bisa di
jadikan sumber rujukan dalam menetapkan hukum mengenai kas uang yang digilir ketika
khutbah jumat berlangsung, yaitu:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ «
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ أَنْصِتْ. يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ
فَقَدْ لَغِيتَ ».[3]
Artinya: Dari Abū Hurairah, dari
Nabi saw beliau bersabda: Apabila kamu berkata kepada temanmu 'diamlah', ketika
imam sedang berkhutbah pada hari jumat, maka sesungguhnya kamu telah
berbuat sia-sia. (HR Muslim).
Kemudian hadis lainnya:
أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ
وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلاَثَةِ
أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا ».[4]
Artinya: Dari Abū Hurairah ia
berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa berwudu secara sempurna,
kemudian mendatangi salat jumat, lalu mendengarkan khutbah dan diam,
niscaya dosa-dosanya yang terjadi antara jumat tersebut dan jumat lainnya
dengan ditambah tiga hari akan diampuni. Barangsiapa yang mengusap pasir (saat
imam berkhutbah), sungguh dia telah berbuat sesuatu yang sia-sia. (HR
Muslim).
Kedua hadis di
atas menjelaskan hal-hal yang dilarang ketika mendengarkan khutbah jumat, yaitu
yang pertama adalah larangan berkata “diam” ketika sedang mendengarkan khutbah
imam dan larangan mengusap kerikil atau memain-mainkan kerikil ketika
mendengarkan khutbah imam, hal ini menunjukan harus adanya ketertiban
dan ketenangan jamaah ketika mengikuti khutbah jumat sebagai bentuk
ketaatan kepada imam.
Jika kita qiyaskan
kedua hal tersebut dengan konteks kas uang yang menuntut hampir semua jamaah
untuk memindahkannya secara bergilir maka memungkinkan status hukumnya juga
dilarang, karena hal itu juga menyebabkan “keributan” di dalam jamaah. Adapun
alasan yang mengatakan bahwa menggilir kas uang shadaqah itu bukanlah
suatu yang dimaksudkan untuk
bermain-main seperti halnya memain-mainkan kerikil, akan tetapi dimaksudkan
untuk memfasilitasi jamaah yang hendak bershadaqah, artinya bahwa
menggilir kas uang shadaqah memiliki tujuan yang bermanfaat dan tidak
sama dengan memain-mainkan kerikil. maka dalam hal ini kita perlu memperhatikan
hadis pertama yang melarang jamaah untuk berkata “diam” ketika khutbah sedang
berlangsung, berkata “diam” artinya melarang orang untuk berbicara (berisik)
ketika khutbah sedang berlangsung, maka dalam hal ini juga terdapat
suatu maksud yang baik lagi bermanfaat yaitu menasehati orang yang berbicara
ketika khutbah berlangsung, akan tetapi mengapa dalam hadis pertama hal
itu dilarang?
C.
Kesimpulan
Dari penjelasan
masalah serta analisis hadis terkait maka dapat diambil kesimpulan bahwa
menggunakan kas uang shadaqah dengan cara digilir ketika khutbah
jumat berlangsung sebaiknya dihindari karena termasuk larangan yang tidak boleh
dilakukan sebagaimana dijelaskan di atas.
Dan sebaiknya
kas uang shadaqah ketika salat jumat itu diletakan di samping pintu
masuk mesjid saja agar tidak menggangu proses ibadah salat jumat. Allahu
a’lamu.
[1] Sulaiman bin al-Asy’as bin Ishak bin Basyir bin
Syidad bin Amar al-Azdi as-Sijistani, Sunan Abī Daud, (Riyadh:
Maktabah ar-Rusyd, 2005), juz. 1, hlm. 404, no. 1048
[2] Abū Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi
an-Naisaburi, Shahih Muslim,
(Riyadh: Maktabah ar-Rusyd, 2005), juz. 3, hlm. 5, no. 2006
[3] Abū Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi
an-Naisaburi, Shahih Muslim,
(Riyadh: Maktabah ar-Rusyd, 2005), juz. 3, hlm. 3, no. 2005
[4] Abū Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi
an-Naisaburi, Shahih Muslim,
(Riyadh: Maktabah ar-Rusyd, 2005), juz. 3, hlm. 8, no. 2025
0 komentar:
Posting Komentar